2.1
Pengertian Patient safety
Patient
safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil
yang merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan (US National Patient Safety Foundation,1999).
Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient
safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or
injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini
maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan
perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari
proses pelayanan kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan
sistem pelayanan yang meminimalkan kemungkinan kejadian adverse event/ error
dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. Sistem ini
mencegah terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tdk mengambil tindakan yang seharusnya diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient
safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,
Depkes R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
2.2
Tujuh Standar Patient Safety
Tujuh Standar Keselamatan
Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA, tahun 2002), yaitu:
1.
Hak pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah :
1) Harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan
wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan
wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan
keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
RS
harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya
adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan
dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien
& keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yang benar, jelas,
lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung
jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang
tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi
pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati
peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan
tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang
disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriterianya adalah :
1) koordinasi pelayanan secara
menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup
peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi
antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta KP. Kriterianya adalah :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan
proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan
pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan
evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan
semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya
adalah :
1) Pimpinan dorong dan jamin
implementasi program Keselamatan Pasien melalui penerapan “7 Langkah Menuju Keselamatan
Pasien RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan program mengurangi
KTD.
3) Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi
& koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang Keselamatan Pasien
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya
yang adekuat utk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja RS serta
tingkatkan Keselamatan Pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji
efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & Keselamatan Pasien.
Kriterianya
adalah :
1) Terdapat tim antar disiplin untuk
mengelola program keselamatan pasien
2) Tersedia program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden
3) Tersedia mekanisme kerja untuk
menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap”
terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi
risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis
5) Tersedia mekanisme pelaporan
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
6) Tersedia mekanisme untuk menangani
berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka
secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem
informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan
pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan
Pasien
Standarnya
adalah :
1) RS memiliki proses pendidikan,
pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan Keselamatan Pasien secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan &
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya
adalah
1) memiliki program diklat dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien
Standarnya
adalah
1) RS merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus
tepat waktu dan akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk
merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi
masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada
Tujuh langkah
menuju kesematan pasien
1) Bangun kesadaran
akan nilai keselamatan pasien: Ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil
2) Pimpin dan dukung
staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tetnagn keselamatan
pasien
3) Integrasikan aktivitas
pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta
lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah
4) Kembangkan sistem
pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden,
serta rumahsakit mengatur pelaoran kepada KKPRS
5) Libatkan dan
berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan
pasien
6) Belajr dan
berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:Dorong staf untuk melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
7) Cegah cedera
melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi yang ada
tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan
2.3 Enam Goals Patient Safety
Pasal 8
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk
mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi,
tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan;dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
2.4 Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan atau eliminasi semua mikroorganisme, termasuk spora bakteri, yang sangat resisten.
Konsep Standar Pengendalian Infeksi
:
Cara
paling mudah mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme
ketika mereka ada di tangan, alat dan perabot, seperti, tempat tidur pasien.
Cara paling efektif membunuh mikroorganisme adalah:
1) Antisepsis, Membunuh atau
menghentikan pertumbuhan mikroorganisme.
2) Dekontaminasi, Membuat objek lebih
aman dipegang sebelum pembersihan.
3) Pembersihan, Menghilangkan kotoran
dan mikroorganisme dari kulit dan objek, dengan menggunakan sabun dan air.
4) Desinfeksi kadar tinggi, Membunuh
kebanyakan organisme pada objek.
5) Sterilisasi, membunuh semua
mikroorganisme pada objek, misalnya peralatan
bedah.
Selain itu perawatan alat juga perlu
diperhatikan, Adapaun teknik perawatan alat yakni:
1) Sebelum mencuci alat bedah yang
digunakan jarum dan spuit yang dapat dipakai lang, dan sarung tangan harus
didekontaminasikan . Dekontaminasi dengan larutan pemutih klorin 0,5% untuk
dekontaminasi virus HIV/AIDS dan hepatitis B.
2) Ketika anda mencuci objek kotor ,
pertama kali cuci dengan air dingin untuk melepas material organik seperti
mucus dan darah. Setelah itu cuci dengan air panas, jika perlu gunakan sikat
membersihkannya.
2.5 Self Protection
Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh petugas
harus menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari kepala hingga telapak
kaki. Perlengkapan ini terdiri dari tutup kepala, masker, sampai dengan alas
kaki. Perlengkapan-perlengkapan ini tidak harus digunakan/dipakai
semuanya/bersamaan, tergantung dari tingkat risiko saat mengerjakan prosedur
dan tindakan medis serta perawatan.
Tiga hal penting yang harus diketahui dan dilaksanakan
oleh petugas agar tidak terjadi transmisi mikrobapatogen ke penderita saat
mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, yaitu :
1) Petugas diharapkan selalu berada
dalam kondisi sehat, dalam arti kata bebas dari kemungkinan “menularkan”
penyakit
2) Setiap akan mengerjakan prosedur dan
tindakan medis serta perawatan, petugas harus membiasakan diri untuk mencuci
tangan serta tindakan higiene lainnya
3) Menggunakan/memakai perlengkapan
pelindung diri sesuai kebutuhan dengan cara yang tepat.
Alat atau perlengkapan pelindung
diri yang digunakan/dipakai petugas adalah sebagai berikut :
1. Sarung tangan
Terbuat dari bahan lateks atau jitril, degan tujuan :
a. Mencegah penularan flora kulit
petugas kepada penderita, terutama pada saat melakukan tindakan invasif. Jadi
tujuannya untuk melindungi penderita dan sarung tangan ini disebut sarung
tangan bedah.
b. mencega risiko kepada petugas
terhadap kemungkinan transmisi mikroba dari penderita. Jadi tujuannya untuk
melindungi petugas dan sarung tangan ini disebut sarung tangan pemeriksaan.
Agar arung tangan bedah maupun sarung tangan pemeriksaan dapat dimanfaatkan
dengan baik, maka sarung tangan harus steril, utuh, atau tidak robek/berlubang,
serta ukurannya sesuai dengan ukuran tangan petugas agar gerakan tangan atau
jari selama mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan dapat
bergerak bebas.
2. Masker
Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah
bagian bawah. Harus cukup lebar karena harus menutup hidung, muut, hingga
rahang bawah. Dengan demikian dapat menahanpercikan cairan/lendir yang keluar
dari lubang hidung maupunlubang mulut saat petugas bicara, batuk, maupun
bersin. Masker terbuat dari berbagai bahan antara lain dari katun, kasa,
kertas, atau bahan sintetis. Masker yang ideal akan terasa nyaman bila dipakai
oleh petugas, artinya enak untuk bernapas serta mampu menahan partikel yang
disebarkan/dikeluarkan saat batuk, bersin, maupun bicara. Masker yang terbuat
dari bahan-bahan diatas belum ada yang memenuhi persyaratan tersebut. Usahakan
pemakaian masker pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang cukup kuat dan
jangan sampai turun kebawah saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis
3. Respirator
Respirator adalah masker jenis khusus, terpasang pada
wajah, lebih diutamakan untuk melindungi alat napas petugas. Cara
kerjanya adalah mem-filter udara yang diduga tercemar oleh mikroba
patogen yang berasal dari penderita misalnya Mycobacterium tuberculosis.
Banyak digunakan di ruangan/bangsal perawatan penyakit menular.
4. Pelindung mata
Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindujnghi
mata petugas dari kemungkinan percikan darah atau cairan lainnya dari
penderita. Sebagai pelindung mata antara lain adalah :
a. Goggles, visor : mirip kacamata renang, dengan tali
elastis dibelakangnya, merupakan pelindung mata terbaik, tetapi mudah berkabut
dan sedikkit berat.
b. kacamata dengan lensa normal
atau kacamata resep dokter, cukup memadai bila digunakan sebagai
pelindung mata.
5. Tutup kepala atau kap
Digunakan untuk menutup rambut dan kepala agar guguran
kulit kepala dan rambut tidak jatuh dan masuk ke dalam luka atau sayatan
jaringan sewaktu tindakan pembedahan. Kap harus cukup besar agar semua rambut
petugas tertutup, khususnya bagi petugas wanita.
6. Gaun bedah (operasi)
Gaun ini dipakai untuk mengganti baju harian petugas. Dibuat sedikit
longgar dan terdiri dari dua potong yaitu celana dan baju dengan panjang lengan
baju 7-10 cm diatas siku dan terdapat lubang leher berbentuk huruf V.
7. Jas bedah (operasi)
Berbentuk jubah panjang dengan ketinggian dari bawah
10 cm di atas mata kaki, disertai tali-tali pengikat yang ada dibelakang.
Digunakan/dipakai dengan cara menutupi/merangkap gaun bedah. Untuk memakainya,
perlu bantuan orang lain. Terbuat dari kain yang tahan cairan dan cukup ringan.
Panjang lengan jas bedah melebihi pergelangan tangan sehingga ujung lengan yang
terbuka dapat ditutup oleh pangkal sarung tangan.
Terlepas dari adanya perlengkapan pellindung diri,
penderita selalu dalam keadaan terancam oleh beberapa risiko. Risiko yang
diterima oleh petugas dalam bentuk percikan/tumpahan cairan atau darah yang
sangat infeksius dari tubuh penderita harus dicegah dengan menggunakan
peralatan npelindung diri agar petugas tetap aman dan terlindungi selama
menjalankan tugasnya. Kontak antara penderita dengan petugas dapat terjadi di
setiap unit kerja di rumah sakit dengan spesifikasi tersendiri, sehingga bobot
risiko (akibat) yang terjadi untuk penderita dan petugas berbeda pula.
Bagi penderita, peluang risiko terbesar dengan bobot
terberat karena adanya intervensi prosedur dan tindakan medis invasif dengan
perlakuan terhadap jaringan/organ yang bersifat manipulatif dan eksploratif.
Oleh karenanya diperlukan adanya kewaspadaan tahap demi tahap dalam mengelola
penderita yang akan menjalani operasi/pembedahan. Baik dari saat pra, intra,
maupun pasca bedah. Terkait dengan proses pembedahan ini, perlu diterapkan
kewaspadaan standar yang terinci dengan baik agar semua permasalahan yang
mungkin terjadi dapat diantisipasi.
Dari
uraian di atas memperlihatkan perlengkapan pelindung diri harus dikelola dengan
baik oleh tiap unit kerja yakni dengan menyediakan macam dan jumlahya sesuai
kebutuhan dan selalu siap pakai, termasuk kualitas bahan, ukuran, serta cara
menyimpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit.
utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen
Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep
dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah
Sakit Khusus dan Swasta.
Hasting
G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam
Perspektif Hukum Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice
concept, and prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety:
Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN
Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1- 3
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi
dalam praktik keperawatan profesional.
Salemba Medika. Jakarta.
PERSI –
KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar