Rabu, 11 November 2015

Makalah Patient Safety

2.1  Pengertian Patient safety
Patient safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil yang merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan (US National Patient Safety Foundation,1999).
Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem pelayanan yang meminimalkan kemungkinan kejadian adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tdk mengambil  tindakan yang seharusnya diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
2.2  Tujuh Standar Patient Safety
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1.      Hak pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah :
1)      Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar   kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2.      Mendidik pasien dan keluarga
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1)      Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2)      Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3)      Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4)      Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5)      Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6)      Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7)      Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3.      Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriterianya adalah :
1)      koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2)      koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3)      koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4)      komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4.      Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP. Kriterianya adalah :
1)      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan  ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2)      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3)      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4)      Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5.      Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah :
1)      Pimpinan dorong dan jamin implementasi program Keselamatan Pasien melalui penerapan “7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS ”.
2)      Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan program mengurangi KTD.
3)      Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien
4)      Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat utk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan Keselamatan Pasien.
5)      Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & Keselamatan Pasien.
Kriterianya adalah :
1)      Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien
2)      Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden
3)      Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4)      Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
5)      Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
6)      Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7)      Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
8)      Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9)      Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6.      Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standarnya adalah :
1)      RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan Keselamatan Pasien secara jelas.
2)      RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1)      memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2)      mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3)      menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7.      Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standarnya adalah
1)      RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2)      Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriterianya adalah
1)      disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2)      Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada
Tujuh langkah menuju kesematan pasien
1)      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2)      Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tetnagn keselamatan pasien
3)      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah
4)      Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumahsakit mengatur pelaoran kepada KKPRS
5)      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
6)      Belajr dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
7)      Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan
2.3  Enam Goals Patient Safety
Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
1.      Ketepatan identifikasi pasien;
2.      Peningkatan komunikasi yang efektif;
3.      Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4.      Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5.      Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6.      Pengurangan risiko pasien jatuh

2.4  Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan atau eliminasi semua mikroorganisme, termasuk spora bakteri, yang sangat resisten.
Konsep Standar Pengendalian Infeksi :
Cara  paling mudah mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme ketika mereka ada di tangan, alat dan perabot, seperti, tempat tidur pasien. Cara paling efektif membunuh mikroorganisme adalah:
1)      Antisepsis, Membunuh atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme.
2)      Dekontaminasi, Membuat objek lebih aman dipegang sebelum pembersihan.
3)      Pembersihan, Menghilangkan kotoran dan mikroorganisme dari kulit dan objek, dengan menggunakan sabun dan air.
4)      Desinfeksi kadar tinggi, Membunuh kebanyakan organisme pada objek.
5)      Sterilisasi, membunuh semua mikroorganisme pada objek, misalnya peralatan bedah.                      
Selain itu perawatan alat juga perlu diperhatikan, Adapaun teknik perawatan alat yakni:
1)      Sebelum mencuci alat bedah yang digunakan jarum dan spuit yang dapat dipakai lang, dan sarung tangan harus didekontaminasikan . Dekontaminasi dengan larutan pemutih klorin 0,5% untuk dekontaminasi virus HIV/AIDS dan hepatitis B.
2)      Ketika anda mencuci objek kotor , pertama kali cuci dengan air dingin untuk melepas material organik seperti mucus dan darah. Setelah itu cuci dengan air panas, jika perlu gunakan sikat membersihkannya.
2.5  Self Protection
Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh petugas harus menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari kepala hingga telapak kaki. Perlengkapan ini terdiri dari tutup kepala, masker, sampai dengan alas kaki. Perlengkapan-perlengkapan ini tidak harus digunakan/dipakai semuanya/bersamaan, tergantung dari tingkat risiko saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan.
Tiga hal penting yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh petugas agar tidak terjadi transmisi mikrobapatogen ke penderita saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, yaitu :
1)      Petugas diharapkan selalu berada dalam kondisi sehat, dalam arti kata bebas dari kemungkinan “menularkan” penyakit
2)      Setiap akan mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, petugas harus membiasakan diri untuk mencuci tangan serta tindakan higiene lainnya
3)      Menggunakan/memakai perlengkapan pelindung diri sesuai kebutuhan dengan cara yang tepat.
Alat atau perlengkapan pelindung diri yang digunakan/dipakai petugas adalah sebagai berikut :
1.      Sarung tangan
Terbuat dari bahan lateks atau jitril, degan tujuan :
a.       Mencegah penularan flora kulit petugas kepada penderita, terutama pada saat melakukan tindakan invasif. Jadi tujuannya untuk melindungi penderita dan sarung tangan ini disebut sarung tangan bedah.
b.      mencega risiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi mikroba dari penderita. Jadi tujuannya untuk melindungi petugas dan sarung tangan ini disebut sarung tangan pemeriksaan. Agar arung tangan bedah maupun sarung tangan pemeriksaan dapat dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan harus steril, utuh, atau tidak robek/berlubang, serta ukurannya sesuai dengan ukuran tangan petugas agar gerakan tangan atau jari selama mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan dapat bergerak bebas.
2.      Masker
Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah. Harus cukup lebar karena harus menutup hidung, muut, hingga rahang bawah. Dengan demikian dapat menahanpercikan cairan/lendir yang keluar dari lubang hidung maupunlubang mulut saat petugas bicara, batuk, maupun bersin. Masker terbuat dari berbagai bahan antara lain dari katun, kasa, kertas, atau bahan sintetis. Masker yang ideal akan terasa nyaman bila dipakai oleh petugas, artinya enak untuk bernapas serta mampu menahan partikel yang disebarkan/dikeluarkan saat batuk, bersin, maupun bicara. Masker yang terbuat dari bahan-bahan diatas belum ada yang memenuhi persyaratan tersebut. Usahakan pemakaian masker pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang cukup kuat dan jangan sampai turun kebawah saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis
3.      Respirator
Respirator adalah masker jenis khusus, terpasang pada wajah, lebih diutamakan untuk melindungi alat napas petugas.  Cara kerjanya adalah mem-filter udara yang diduga tercemar oleh  mikroba patogen yang berasal dari penderita misalnya Mycobacterium tuberculosis. Banyak digunakan di ruangan/bangsal perawatan penyakit menular.
4.      Pelindung mata
Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindujnghi mata petugas dari kemungkinan percikan darah atau cairan lainnya dari penderita. Sebagai pelindung mata antara lain adalah :
a.       Goggles, visor : mirip kacamata renang, dengan tali elastis dibelakangnya, merupakan pelindung mata terbaik, tetapi mudah berkabut dan sedikkit berat.
b.      kacamata dengan lensa normal atau  kacamata resep dokter, cukup memadai bila digunakan sebagai pelindung mata.
5.      Tutup kepala atau kap
Digunakan untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit kepala dan rambut tidak jatuh dan masuk ke dalam luka atau sayatan jaringan sewaktu tindakan pembedahan. Kap harus cukup besar agar semua rambut petugas tertutup, khususnya bagi petugas wanita.
6.      Gaun bedah (operasi)
Gaun ini dipakai untuk mengganti baju harian petugas. Dibuat sedikit longgar dan terdiri dari dua potong yaitu celana dan baju dengan panjang lengan baju 7-10 cm diatas siku dan terdapat lubang leher berbentuk huruf V.
7.      Jas bedah (operasi)
Berbentuk jubah panjang dengan ketinggian dari bawah 10 cm di atas mata kaki, disertai tali-tali pengikat yang ada dibelakang. Digunakan/dipakai dengan cara menutupi/merangkap gaun bedah. Untuk memakainya, perlu bantuan orang lain. Terbuat dari kain yang tahan cairan dan cukup ringan. Panjang lengan jas bedah melebihi pergelangan tangan sehingga ujung lengan yang terbuka dapat ditutup oleh pangkal sarung tangan.
Terlepas dari adanya perlengkapan pellindung diri, penderita selalu dalam keadaan terancam oleh beberapa risiko. Risiko yang diterima oleh petugas dalam bentuk percikan/tumpahan cairan atau darah yang sangat infeksius dari tubuh penderita harus dicegah dengan menggunakan peralatan npelindung diri agar petugas tetap aman dan terlindungi selama menjalankan tugasnya. Kontak antara penderita dengan petugas dapat terjadi di setiap unit kerja di rumah sakit dengan spesifikasi tersendiri, sehingga bobot risiko (akibat) yang terjadi untuk penderita dan petugas berbeda pula.
Bagi penderita, peluang risiko terbesar dengan bobot terberat karena adanya intervensi prosedur dan tindakan medis invasif dengan perlakuan terhadap jaringan/organ yang bersifat manipulatif dan eksploratif. Oleh karenanya diperlukan adanya kewaspadaan tahap demi tahap dalam mengelola penderita yang akan menjalani operasi/pembedahan. Baik dari saat pra, intra, maupun pasca bedah. Terkait dengan proses pembedahan ini, perlu diterapkan kewaspadaan standar yang terinci dengan baik agar semua permasalahan yang mungkin terjadi dapat diantisipasi.
Dari uraian di atas memperlihatkan perlengkapan pelindung diri harus dikelola dengan baik oleh tiap unit kerja yakni dengan menyediakan macam dan jumlahya sesuai kebutuhan dan selalu siap pakai, termasuk kualitas bahan, ukuran, serta cara menyimpannya.






















DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta.
Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-           3
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan   profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit. Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006



Tidak ada komentar:

Posting Komentar