SKENARIO
8
Pasien a.n F.S berusia 3 tahun 9 bulan, masuk ke IGD. Didapatkan hasil pasien kejang dan mengalami kekakuan otot, serta mengalami penurunan kesadaran.
Berdasarkan keterangan keluarga pasien, klien kadang mengalami hal
ini.
Tanda-tanda vital didapatkan hasil bahwa TD: 110/80 mmHg, R: 28x/m
SB. 37.8 0C. Keluarga klien tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan Sering
Bertanya masalah ini kepada petugas kesehatan. Didapatkan hasil KakuKuduk (-)
Brudzinsky 1 dan 2 (-)
1.
KLARIFIKASI
ISTILAH-ISTILAH PENTING
a. Kaku
kuduk : merupakan kaku pada saat fleksi buka kaku saat ekstensi atau rotasi, kaku kuduk (+) jika dagu tidak dapat menyentuh dada.
b. Brudzinsky
: gerakan fleksi sendi lutut dan paha
segera terjadi ketika kepala diangkat dari bantal, Brudzinsky I (+) jika bersamaan dengan
pemeriksaan kaku kuduk terlihat fleksi sejenak pada tungkai bbawah, Brudzinsky II (+)jika terlihat adanya fleksi kaki
kontralateral atau yang tidak mengalami parese, Brudzinsky III(+) jika
bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada kedua lengan, Brudzinsky IV (+) jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi
pada kedua tungkai bawah.
c. Kejang
: merupakan gerakan atau perilaku abnormal akibat aktivitas listrik di otak
yang tidak biasa.
d. Tekanan
darah adalah jumlah tenaga darah yang ditekan terhadap dinding Arteri (pembuluh
nadi) saat jantung memompakan darah ke seluruh tubuh manusia. Batas normal
tekanan darah : (Nursalam,2013)
|
Usia
|
Tekanan
Darah
|
|
Bayi
|
70-90/50 mmHg
|
|
Anak-Anak
|
80-100/60 mmHg
|
|
Remaja
|
90-110/66 mmHg
|
|
Dewasa
Muda
|
110-125/60-70 mmHg
|
|
Dewasa
Tua
|
130-150/80-90 mmHg
|
Catatan :
Hipotensi :
Kurang dari 90/60 mmHg
Normal :
90-120/60-80 mmHg
Pre Hipertensi :
120-140/80-90 mmHg
Hipertensi Stadium 1 :
140-160/90-100 mmHg
Hipertensi Stadium 2 : Lebih
dari 160/100 mmHg
e. Nadi
adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat dirasakan/dipalpasi di
arteri perifer, terjadi karena gerakan atau aliran darah ketika kontraksi
jantung. Berikut batas nadi normal : (dr
kita,2007)
|
Usia
|
Nadi
|
|
Bayi
|
120-130x/menit
|
|
Anak-Anak
|
80-90x/menit
|
|
Dewasa
|
70-80x/menit
|
|
Lansia
|
60-70x/menit
|
Catatan :
Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari
100x/menit
Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/menit
f. Pernapasan
adalah suatu proses pertukaran antar oksigen dan karbondioksida yang tidak
disadari (diatur oleh batang otak) dan dilakukan dengan bantuan otot-otot
pernapasan. Berikut adalah pernapasan normal pada setiap usia : (dr kita,2007)
|
Usia
|
Pernapasan
|
|
Bayi
|
30-40x/menit
|
|
Anak-Anak
|
20-30x/menit
|
|
Dewasa
|
16-20x/menit
|
|
Lansia
|
14-16x/menit
|
Catatan :
Dispnea : Pernapasan
yang sulit
Takipnea : Pernapasan
lebih dari normal (lebih dari 20 x/menit)
Bradipnea : Pernapasan
kurang dari normal (kurang dari 20 x/menit)
Apnea : Pernapasan terhenti
Ipnea : Pernapasan
normal
2.
KATA
KUNCI
a. A.n
Fs berusia 3 th 9 bulan
b. Kejang
c. Kekakuan
otot
d. Penurunan
kesadaran
e. TD
: 110/80mmhg
f. R
: 28x/m
g. SB
: 37,8OC
h. Kakukuduk
: (-)
i.
Brundzinsky 1dan 2: (-)
3.
MIND
MAP
|
EPILEPSI UMUM
Epilepsi umum dibagi
atas beberapa jenis :
a.
Epilepsi
petit mal (absens)
Epilepsi yang mengakibatkan
gangguan kesadaran secara mendadak dimana seseorang
menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi.
b. Epilepsi
Grand mal (tonik-klonik)
Epilepsi yang yang
terjadi secara mendadak, dimana penderitanya kehilangan kesadaran lalu
kejang-kejang dengan nafas bunyi ngorok dan mengeluarkan busa,
c.
Epilepsi Myoklonik
Epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi
singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat
sampai yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba dan lain sebagainya.
|
|
EPILEPSI PARSIAL
Jenis epilepsi
parsial dibagi atas dua :
a.
Epilepsi Parsial Sederhana
Epilepsi yang tidak
disertai oleh hilangnya kesadaran dengan gejala kejang-kejang, rasa
kesemutan atau rasa kebal disuatu tempat yang berlangsung dalam hitungan
menit atau jam.
b. Epilepsi
Parsial Kompleks
Epilepsi yang disertai
gangguan kesadaran yang dimulai dengan gejala parsial sederhana namun
ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti bermimpi,
kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan
penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang
diulang-ulang dan lain sebagainya.
|
|
MENINGITIS
Meningitis adalah radang
pada membrane pelindung yang menyelubungi otak dan susm-sum tulang
belakang yang secara kesatuan disebut meningen.
Etiologi :
Infesksi oleh virus,bakteri
atau juga mikroorganisme lain.dan walaupun jarang disebebkan oleh obat
tertentu.
Manifestasi klinik :
Gelisah, Demam tinggi kaki
dan tangan terasa dingin, Terlihat bingung, Lemas dan kurang
responsi,mungkin ada ruam mmerah yang tidak hilang,kejang-kejang,mudah
mengantuk.
-
|
|
KEJANG
|
Lembar
ceklis
|
No
|
Manifestasi
klinis
|
Epilepsi Umum
|
Epilepsi
persial
|
Meningitis
|
|
1.
|
Kejang
|
ü
|
ü
|
ü
|
|
2.
|
Kekakuan otot
|
ü
|
ü
|
|
|
3.
|
Penurunan kesadaran
|
ü
|
|
ü
|
|
4.
|
TD : 110/80 mmHg
|
ü
|
ü
|
|
|
5.
|
RR : 28x/menit
|
ü
|
|
|
|
6.
|
SB : 37,8 oC
|
ü
|
|
|
4.
PERTANYAAN
PENTING
1. Apa
yang menyebabkan klien kejang ?
2. mengapa
klien mengalami kekakuan otot ?
3. Mengapa
klien mengalami penurunan kesadaran ?
4. Bagaimana
pemeriksaan kaku kuduk ?
5. Bagaimana pemeriksaan Brudzinsky ?
5.
JAWABAN
PERTANYAAN
1. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya
sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada
satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
2. Kaku otot terjadi karena pada saat kejang otot terus
menerus melakukan aktivitas sehingga otot tidak mampu berkontraksi lagi.
Keadaan tersebut disebakan oleh kelelahan otot.
Karena terjadi kerusakan saraf akibat lepasnya muatan listrik pada otak yang secara
berlebihan sehingga implus listrik menyebar ke seluruh tubuh maka dia akan
menyerang bagian otot.
3. Kesadaran
ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi kelainan
pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating System merupakan suatu
rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju
rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai
lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran.
4.
- Caranya: Tangan
pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk
(fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
- Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
- Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis,
miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di servikal.
5.
a. Brudzinski I
(Brudzinski’s Neck Sign)
- Caranya: Tangan ditempatkan di
bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai dagu
mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.
Tes Brudzinski I
- Interpretasi:
Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai
b. Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)
- Caranya: Pada pasien yang sedang
baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang
satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Tes Brudzinski II
- Interpretasi: Tanda Brudzinski
II (+) bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.
c. Brudzinski III
- Caranya:
Tekan os zigomaticum
- Interpretasi:
Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior
(lengan tangan fleksi)
d. Brudzinski IV
- Caranya:
Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
- Interpretasi:
Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior
(kaki)
6.
TUJUAN
PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
1.
Bagaimana
pemeriksaan penunjang pada epilepspi
2.
Bagaiman
tes daya ingat yang digunakan pada epilepsi anak
7.
INFORMASI
TAMBAHAN
1. Pemeriksaan penunjang pada epilepspi
a. PEMERIKSAAN
FISIK DAN NEUROLOGI.
Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis, dapat
dilihat adanya tanda-tanda dari gangguan
yang berhubungan dengan epilepsi seperti
trauma kepala, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus, infeksi telinga atau sinus. Sebab-sebab
terjadinya serangan epilepsi harus dapat ditepis melalui pemeriksaan fisik
dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Untuk penderita
anak-anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukan awal
ganguan pertumbuhan otak unilateral.
b. PEMERIKSAAN
LABORATORIUM.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada anak dilakukan
untuk mendeteksi adanya infeksi yang merupakan salah satu penyebab dari
epilepsi. Hitung darah lengkap dilakukan pada klien dengan trauma kepala karena
dapat terjadi peningkatan atau penurunan yang mencolok pada jumlah hematokrit
dan trombosit. Elektrolit seperti Ca total, dan magnesium serum sering kali
diperiksa pada saat pertama kali terjadi serangan kejang karena akan terdapat
perubahan pada jumlah elektrolit tersebut., uji glukosa biasa dilakukan pada
bayi dan anak kecil yang mengalami epilepsi untuk mendeteksi adanya
hipoglikemia yang biasanya terjadi.
c. PEMERIKSAAN
ELEKTROENSEFALOGRAFI.
Pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi
( EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktusadar
dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi.Pemeriksaan
EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis
epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut ( Duncan, Kirkpatrick, Harsono
2001, Oguni 2004)
d. PEMERIKSAAN
VIDEO – EEG.
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk
memastikan diagnosis epilepsy atau serangan kejang yang bukan oleh karena
epilepsi atau bila pada pemeriksaan
rutin EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi , atau
juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya
pemeriksaan Video - EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya
selama perekaman dilakukan secara terus menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50 – 70 % dari hasil rekaman dapat
menunjukkan gambaran serangan kejang
epilepsi ( Kirpatrick,Sisodiya,Duncan 2000, Stefan ,2003).
e. PEMERIKSAAN
RADIOLOGI.
CT
Scan ( Computed Tomography Scan ) kepala dan MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak
(Harsono 2003, Oguni 2004)
CT
Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini
merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas
tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat
mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor
dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin
dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi “T 1
dan T 2 weighted“ dengan minimal dua
irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital ( Duncan,
Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).
2. Tes
daya ingat yang digunakan adalah subtes dari Wechsler Intellegence Scale for
Children-III, yaitu tes perhatian dan konsentrasi. Tes daya ingat dilakukan
oleh seorang psikolog. Tes perhatian meliputi tes visual dan verbal.
a. Tes
visual menggunakan gambar kucing dan wajah (visual search). Pada tes visual
gambar kucing, subyek diminta mencari gambar kucing dari sekumpulan gambar. Tes
ini hanya merupakan latihan untuk mencari gambar, dengan lama tes 120 detik.
Kemudian dilanjutkan tes visual kedua dengan meminta subyek mencari gambar mimik wajah yang sesuai dari
sekumpulan gambar mimik wajah yang berbeda-beda, waktu 120 detik. Skor tesini
adalah jumlah gambar yang benar dikurangi jumlah yang salah.
b. Tes
verbal dilakukan dengan digit span forward (hitung maju). Subyek diminta
menirukan angka yang disebutkan pemeriksa, dimulai dengan 3 digit angka sampai
maksimal 9 digit, masing-masing digit dilakukan tes dua kali. Tes dihentikan
apabila subyek tidak dapat menirukan kembali dua kali digitangka dengan urutan
yang benar. Jumlah digit yang dapat disebutkan dengan urutan yang benar
merupakan hasil tes verbal. Tes konsentrasi dengan menggunakan digit span
backward. Subyek diminta menirukan angka yang disebutkan pemeriksa, tetapi
dengan urutan yang terbalik, dimulai dengan 2 digit sampai maksimal 8 digit.
Masing-masing digit dilakukan tes dua kali. Tes dihentikan apabila subyek tidak
dapat menyebutkan dengan benar urutan angka yang dibalik. Skor tes adalah
jumlah digit yang dapat disebutkan dengan urutan dibalik.
8.
KLARIFIKASI
INFORMASI
1. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Utoyo Sunaryo tentang DIAGNOSA EPILEPSI yang di
publish oleh Wijaya Kusuma volume 1, nomor 1, jaunari 2007, Hal. 49 – 56.
Didapatkan hasil bahwa Pada kebanyakan pasien epilepsi, diagnosis dapat dibuat
dengan mengetahui secara lengkap riwayat penyakit , pemeriksaan fisik dan neurologi, pemeriksaan
elektroensefalografi dan pencitraan otak. Akan tetapi pada pasien epilepsi
tertentu diperlukan pemeriksaan melalui rekaman video – EEG. ( Jurnal Dilampirkan )
2. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Mustarsid, Fadhilah Tia Nur, Shinta Riana
Setiawati, Harsono Salimo tentang PENGARUH OBAT ANTI EPILEPSI TERHADAP GANGGUAN
DAYA INGAT PAD EPILEPSI ANAK yang di publish oleh Sari Pediatri, volume 12,
nomor 5, februari 2011, hal. 302-306. Didapatkan Hasil. Gangguan daya ingat
dialami 46% subyek di antara 50 subyek yang diteliti. Analisis bivariat
mendapatkan pengaruh lama pengobatan lebih dari 2 tahun dengan OR 13,14 (CI 95%
3,29-2,47), jumlah obat anti epilepsi lebih dari satu obat dengan OR 0,6 (CI 95% 0,18-2,02). Analisis regresi
logistik ganda mendapatkan faktor yang mempengaruhi daya ingat adalah lama
pengobatan lebih dari 2 tahun dengan OR 17,3 (CI 95% 1,13- 279,17).dan kesimpulannya
Gangguan daya ingat dialami 46% pasien epilepsi anak. Lama pengobatan lebih
dari dua tahun berpengaruh terhadap
terjadinya gangguan daya ingat pada pasien epilepsi anak. ( Jurnal Dilampirkan )
9.
ANALISA
DAN SINTESA KASUS
Epilepsi umum dibagi
atas beberapa jenis : Epilepsi petit mal (absens) Epilepsi yang mengakibatkan gangguan kesadaran secara mendadak dimana seseorang
menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi. Epilepsi Grand mal (tonik-klonik) Epilepsi yang yang
terjadi secara mendadak, dimana penderitanya kehilangan kesadaran lalu
kejang-kejang dengan nafas bunyi ngorok dan mengeluarkan busa, Epilepsi
Myoklonik Epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi singkat pada satu
atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang menyentak
hebat seperti jatuh tiba-tiba dan lain sebagainya. Berdasarkan tanda dan
gejalah dari epilepsi umum sesuai dengan keluhan klien dari kasus diatas,
sehingga kelompok kami menyimpulkan bahwa kasus diatas klien menderita epilepsi
umum.
10.
LAPORAN
DISKUSI
v Konsep Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas
Pasien
Nama : A.n FS
Umur : 3 th 9 bulan
Agama : -
Jenis kelamin : -
Status : -
Pendidikan : -
Pekerjaan :
-
Suku bangsa : -
Alamat : -
Tanggal masuk :
-
Tanggal
pengkajian : -
No. register : -
Diagnosa medis :
-
b. Identitas
Penanggung Jawab
Nama : -
Umur : -
Hub. Dengan pasien : -
Pekerjaan :
-
Alamat : -
Ø Status
Kesehatan
a. Status
Kesehatan Saat Ini
·
Keluhan Utama : Kejang
·
Alasan Masuk Rumah Sakit : klien masuk ke IGD. Didapatkan hasil pasien kejang dan mengalami kekakuan otot, serta mengalamipenurunan kesadaran, Berdasarkan keterangan keluarga pasien, klien kadang mengalami hal ini.
b. Status
Kesehatan Masa Lalu : tidak dikaji
Perawat perlu mencatat riwayat penyakit
yang pernah dialami oleh pasien selain yang dialami sekarang, pengobatan yang
telah diberikan, serta pembedahan yang pernah dialami.
c. Riwayat
Penyakit Keluarga : tidak dikaji
Mengkaji kemungkinan adanya anggota
keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau ganguan
tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal. Dalam mengidentifikasi informasi
ini, tentunya perawat harus sudah dapat menerjemahkan informasi yang ingin
diketahui dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh klien/keluarga. Pada
pengkajian riwayat kesehatan keluarga, harus disertai dengan genogram.
d. Status Sosial Ekonomi : tidak dikaji
Karena status sosial ekonomi nerupakan
aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi
kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan
pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di
fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan
bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan
bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan
upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat
mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama
merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran.
e. Psikososial
dan Gaya Hidup : tidak dikaji
Dilakukan
dengan mengkaji toleransi klien terhadap stres dan pola koping, stressor di
rumah atau tempat kerja, kesempatan istirahat dan rekreasi, hubungan dengan
keluarga, support system, kerja sama keluarga dalam perawatan, kebiasan seperti
merokok, latihan, diet, dan pola tidur. Perawat juga mengkaji keterampilan
koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan serta bagaimana keyakinan
klien tentang sehat dan sakit. Sejumlah gangguan endokrin yang serius
mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena
perubahan-perubahan yang menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual,
reproduksi, dan lain-lain yang mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan
keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang
biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.
Ø Pemeriksaan fisik
a. Keadaan
Umum
Didapatkan hasil pasien kejang dan mengalami kekakuan otot, serta mengalami penurunan kesadaran.
b. Tanda-Tanda
Vital
·
TD : 110/80 mmHg
·
SB : 37,8oC
·
P : 28x/menit
c. Keadaan
Fisik
·
Kepala : Tidak dikaji.
·
Mata : Tidak dikaji.
·
Leher : Tidak dikaji.
·
Abdomen : Tidak
dikaji.
·
Ektremitas : Mengalami
kekakuan otot.
Ø Pemeriksaan nervus kranial
a.
Nervus Olfaktorius: tidak dikaji
Biasanya
pada klien epilepsi tidak ad kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b.
Nervus Optikus: tidak dikaji
Tes
ketajaman penglihatanpada kondisi normal.
c.
Nervus Okulomotorius,
Trocklearis, Trigeminus: tidak dikaji
Dengan
alasan yang tidak diketahui klien epilepsi mengeluh mengalami fotofobia
(sensitif yang berlebihan terhadap cahaya).
d.
Nervus Abdusen: tidak dikaji
Pada
klien epilepsi pada umumnya tidak didapatkan paralis pada otot wajah dan
refleks kornea biasanya tidk ada keluhan.
e.
Nervus Fasialis: tidak dikaji
Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
f.
Nervus
Vestibulokoklearis: tidak dikaji
Tidak
ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g.
Nervus Glosofaringeus
dan vagus: tidak dikaji
Kemampuan
menelan baik.
h.
Nervus Aksesorius: tidak dikaji
Tidak
ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i.
Nervus Hipoglosus: tidak dikaji
Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra
pengecapan normal
Ø Pemeriksaan Laboratorium : Tidak dikaji
Pemeriksaan diagnostik merupakan hal penting dalam
perawatan klien di rumah sakit. Tidak dapat dipisahkan dari rangkaian
pengobatan dan perawatan. Validitas dari hasil pemeriksaan diagnostik sangat
ditentukan oleh bahan pemeriksaan, persiapan klien, alat dan bahan yang
digunakan serta pemeriksaannya sendiri. Dua hal pertama menjadi tugas dan
tanggung jawab perawat. Oleh karena itu pemahaman perawat terhadap berbagai
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien sangatlah menentukan
keberhasilannya. Begitu halnya pada klien yang diduga atau yang menderita
gangguan sistem endokrin, pemahaman perawat yang lebih baik tentang berbagai
prosedur diagnostik yang lazim sangatlah diharapkan.
Data Fokus
|
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
|
1.
Keluarga klien mengatakan klien
kejang dan mengalami kekakuan otot
2.
Keluarga klien mengatakan klien
mengalami penurunan kesadaran
|
1.
TD : 110/80 mmHg
2.
RR : 28x/menit
3.
SB : 37,8˚C
4.
Kaku kuduk (-)
5.
Brudzinsky (-)
|
2.
Analisa
Data
|
No
|
Analisa Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
|
1.
|
Ds :
- Keluarga klien mengatakan kejang serta mengalami penurunan kesadaran
- Keluarga klien mengatakan klien mengalami
kekakuan otot
Do
:
- TD : 110/80 mmHg
-
RR : 28x/menit
-
SB : 37,8˚C
|
Hipoksia
Hipoksia otak
Dx. Perfusi
jaringan srebral tidak efektif
|
Ketidakefektifan jaringan serebral
|
|
2.
|
Ds
:
-
Do :
-
SB : 37,8˚C
|
Epilespsi
Dx Resiko
ketidakseimbangan Suhu Tubuh
|
Resiko
Ketidakseimbangan Suhu Tubuh
|
|
3.
|
Ds
:
-
Keluarga klien tidak mengetahui
apa yang harus dilakukan dan sering bertanya masalah ini pada petugas
kesehatan
Do :
-
|
Epilepsi
Keluarga
sering bertanya
Dx. Defisiensi
pengetahuan
|
Defisiensi Pengetahuan
|
4.
Diagnosa
Keperawatan
1) Ketidakefektifan
jaringan serebral (00024),
Domain 4 aktivitas/istirahat,
Kelas 4 respons kardiovaskular/pulmonal
2) Resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh (00005),
Domain 11 keamanan/perlindungan,
Kelas 6 termoregulasi
3) Defisiensi
pengetahuan (00126),
Domain 5 persepsi/kognisi,
Kelas
4 kognisi
|
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
|
1.
|
Ketidakefektifan prefusi jaringan serebral
(00024)
Domain 4 : aktifitas
/ istirahat
Kelas 4: respon kardiovaskular dari pulmonal
Definisi
Penurunan
oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada
tingkat kapiler
Batasan karakterisrik
Data Subjektif :
1. Keluarga
klien mengatakan kejang serta
mengalami penurunan kesadaran
2. Keluarga
klien mengatakan klien mengalami kekakuan otot
Data
Objektif :
1. TD :
110/80 mmHg
2. RR :
28x/menit
3. SB :
37,8˚C
|
1.
Circoration
Status
2.
Tisue
prefosion : serebral
Tujuan Kriteria
Hasil :
1. Menunjukan fungsi sensori motori
kranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan involunter
2. Perfusi
jaringan serebral
|
Observasi
1. Pemantauan tekanan
intrakranial (TIK)
2. Pemantauan
neurologis
3. Menejemen
sensasi perifer
Mandiri
4. Gunakan
sarung tangan untuk proteksi
5. Batasi
gerakan pada kepala, leher, dan pungung
6. Tinggikan
bagian kepala tempat tidur 0 – 45 derajat, bergantung pada kondisi pasien,
HE
7. Diskusikan
mengenai penyebab perubahan sensasi
Kolaborasi
8. Berikan obat-obatan
anti epilepsy
|
1. Untuk mengetahui tekanan
intrakranial pada klien
2. Mengumpulkan
dan menganilisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi
neurologis
3. Mencegah atau meminimalkan
cidera atau ketidaknyamanan
pada pasien yang mengalami perubahan sensasi
4. Sebagai
proteksi pada perawat
5. Untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang parah pada bagian kepala,leher dan punggung
6. Untuk melancarkan peredaran
darah pada klien
7. untuk mengetahui penyebab
sensasi pada klien
8. Untuk meningkatkan volume
intravaskuler,sesuai program
|
|
2.
|
Resiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh (00005)
Domain 11: Keamanan/perlindungan
Kelas 6 : Termoregulasi
Definisi
Rentan
mengalami kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam parameter norrmal, yang
dapat mengganggu kesehatan.
Batasan Karakteristik :
Data
Subjektif :
-
Data
Objektif:
1.
SB: 37.8 0C
2.
R : 28x/menit
3. TD : 110/80 mmHg
|
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
1. Suhu
tubuh dalam rentang normal
|
Observasi
1. Kaji
tanda-tanda awal hipertermi atau hipotermi
2. Monitor
penurunan tingkat kesadaran
Mandiri
3. Selimuti
klien
4. Kompres
klien pada lipatan paha dan aksila
5. Pertahankan
suhu lingkungan yang stabil
6. Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
HE
7. Diskusikan
tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari
kedinginan
8. Ajarkan
indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Kolaborasi
9. Berikan
anti piretik jika perlu
10. Kolaborasi
pemberian cairan intravena
|
1.
Untuk
melihat perubahan suhu yang terjadi pada anak
2.
Perawat
dapat menkaji penyebab terjadinya penurunan kesadaran
3.
Menjaga
klien tetap dalam keadaan hangat
4.
Menurunkan panas klien
5.
Sirkulasi
udara yang baik dapat membantu suhu yang stabil
6.
Mecegah
terjadinya dehidrasi
7.
Agar
keluarga mengetahui pengaturan suhu jika klien mengalami demam
8.
Keluarga
harus mengetahui penangan cepat jika terjadi hipertermi
9.
Antipiretik
digunakan sebagai obat penanganan hipertermi
10. Untuk memenuhi cairan melalui vena
|
|
3.
|
Defisiensi Pengetahuan
(00126)
Domain 5 :
Persepsi/kognisi
Kelas 4 : Kognisi
Definisi
Ketiadaan
atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu
Batasan Karakteristik :
Data
Subjektif :
1. Keluarga
klien tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan sering bertanya masalah
ini pada petugas kesehatan
Data
Objektif :
-
-
|
1. Knowledge:
disease process
2. Knowledge
: health behavior
Kriteria Hasil :
1. Klien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
2. Klien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Klien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
|
Observasi
1. Periksa
keakuratan umpan-balik
Mandiri
2.
Mengajak keluarga berdiskusi tentang perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan
HE
3. Penyuluhan
proses penyakit
Kolaborasi
4. Diskusikan
pilihan terapi yang tepat
|
1. untuk
memastikan bahwa klien dan keluarga memahami program terapi dan informasi
lainnya yang relevan
2. untuk
mencengah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
3. Membantu
klien memahami informasi yang berhubungan dengan proses terapi
4. Terapi
yang tepat dapat membantu masalah keperawatan yang terjadi
|
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, A. (2013). Kamus Keperawatan Sue Hinchliff. Jakarta: EGC.
Heather, H. T. (2015). Diagnosis Keperawatan
Definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Medi Action.
Nursalam. (2013). Ilmu kesehatan epilepsi pada anak. Jakarta: EGC.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB2 Keperawaratan Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa ). Yogyakarta: Nuha Medika.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2014). BUKU SAKU Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC. http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Volume.I.Nomor.1.Januari.2007/DIAGNOSIS%20EPILEPSI-Utoyo%20Sunaryo.pdf